TERBARU

Jumat, 29 Maret 2013

Ballada Pengemis Kecil

                                                                                                   

Ketika petang menyembunyikan diri
Ketika mentari tengah kaya cahaya
Tertuanglah segelintir kisah insan kecil
bagai hidup dibara api dunia
nan panas menyesak raga
           
Kaki-kaki mungilnya mulai berpijak
menuju keramaian kota

Hidupnya bertumpu pada belas kasih insan lain
Menjulurkan tangan demi setitik harapan
Hati kan diam
kiranya tangan penuh cinta memberi belas kasih
guna mempererat tali hidup yang kini kan lepas di depan mata

            Sorak-sorai kata penuh hina
            selalu terngiang ditelinga mungilnya
            Tatap mata nan sinis tersudut padanya

Terik  mentari
deras air langit
tak menghalau langkahnya
Peluh bercucuran pada pakain kusam
terbiasa  menempel pada tubuh kecilnya

Tak banyak mata melirik
hanya hina dalam genggam hati fikirnya
sampah hidup tiada guna

Wajah air tuba
pembalut raga kusam compang-camping
raga kecil nan mungil
kurus tak terurus
hanya itu bunga emasnya
Surai bau keringat basah pada raganya
            membuat semua penapak perut bumi jijik  memandangnya

Ketika tiba saatnya
peri-peri kecil melompat penuh gelak tawa
ketika tiba waktunya
insan kecil tersiram hangat selimut cinta
ia harus menjalin benang nasib pada dunia pana
meski takkan memberi madu padanya

            Bukanlah rahasia yang mesti diuntai
            dari kapur perak
            bukanlah kisah yang mesti dibingkai
            kelopak tangkai bunga merak
            bukan pula tuntutan mengangkat kaki wajah
            demi ballada budak dunia
            Hanya putih hati yang mesti dipaparkan

Baginya,
tersisihkan hidup berdamping sisa alam
adalah anugerah hidupnya
Sebuah tuntutan
            bagi seorang tunas bangsa
            memberi warna merah pada mentari
            menggoreskan tinta hitam
            pada lembar drama nasib
            menyuarai boneka pertiwi
            dengan rajukan suara hati


Karya : DAPD
inspirasi :: 10/2010